- Back to Home »
- Menganalisis Naskah Drama
Posted by : Titania
Rabu, 11 Juni 2014
Drama ini berjudul "Bila Malam Pertambah Malam" karya Putu Wijaya.
Dalam pelajaran sastra Indonesia, kita diharapkan dapat menganalisis unsur-unsur naskah drama secara baik dan benar. berikut analisisnya.............
Bila
Malam Pertambah Malam
No
|
Unsur Intrinsik
|
Penjelasan
|
Contoh Kutipan
|
1.
|
Alur
|
|
a.
”Kelihatan Nyoman sedang menyiapkan makan malam untuk
Gusti Biang. Sementara Wayan mengampelas patung.”
b. ”Hutang
apa? Nyoman tidak pernah meminjam uang.”
c. ”Tidak
semua itu hasutan. Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan
bekas pelayannya. Dan, kami keturunan ksatria kenceng.Keturunan
raja-raja Bali yang tak boleh dicemarkan oleh darah sudra.”
d. “Tiyang
tahu semuanya, Tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampinginya
setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia,
seperti Tu Ngurah dengan Nyoman........”
e. ”Kalau begitu Wayan
tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita
berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak itu
berumah tangga dengan baik.” |
2.
|
Tokoh dan
wataknya
|
|
Keras
kepala: “Hari ini aku tak mau minum obat.”
Sombong:
“Tak kubiarkan lagi kau bermain di pangkuanku, berak,
ngompol. Memang aku ini pelayanmu?”
Perhitungan:
“Nah, disini dicatat semua perongkosan yang kau
habiskan selama kau dipelihara disini. Nyoman Niti, asal dari desa
Maliling, umur lebih kurang delapan belas tahun. Kulit kuning dan
rambut panjang. Badan biasa, lebih tinggi sedikit dari Gusti
Biang. Mulai dari tahun lima puluh empat, lima pasang baju, sebuah
boneka, sebuah bola bekel, satu biji kelerang, satu tusuk konde,
.......”
Teguh
hati: “Obat-obat ini dikirimkan dokter Gusti. Harus
dihabiskan.”
Setia:
“Lebih dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini.
Bekerja keras dengan tidak menerima gaji. Kalau tidak ada Bape
Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini. Selama ini tiyang telah
membiarkan diri diinjak-injak, disakiti, dijadikan bulan-bulanan
seperti keranjang sampah. Tidak perlu rentenya, pokoknya saja.
Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta kali sepuluh tahun.
Belum lagi sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti.
Pokoknya melebih harta benda yang masih Gusti miliki sekarang.
Tapi ambillah semua itu sebagai tanda bakti tiyang yang terakhir.”
Bijaksana:
“Baik, kutuklah tiyang. Usir sekarang, tapi jangan
menyuruh menyakiti orang dalam usia lanjut. Orang sedang bertapa
dan bertobat disuruh mukul orang. Kalau ular belang atau ular
hijau, cacing tanah atau ulat bulu, Wayan akan bunuh untuk
keselamatan Gusti seperti tiga bulan lalu. Gusti duduk di sini dan
titiyang di sana di bawah pohon sawo. Tiba-tiba Gusti Biang
berteriak “ULAR”. Sekejab mata ular itu telah menjadi delapan
potong, ya tidak?
Menenangkan
: “Jangan gampang marah Gusti, itu Cuma angan-angan. Sabarlah.
Kalau usia sudah lanjut, tambahan lagi penyakitan, tak baik
marah-marah malam begini!”
|
3.
|
Tema |
Keangkuhan
akibat derajat yang lebih tinggi
|
|
4.
|
Amanat | Perlakukan semua orang dengan sederajat tanpa memandang kasta | |
5.
|
Setting /
latar
|
|
a. Di
ruang depan ada kursi goyang dan kursi tamu. Gusti Biang ngomel
terus.
b. Malam di tempat kediaman
Gusti Biang. Sebuah bale yang disempurnakan untuk tempat
tinggal. |
6.
|
Dialog | Dialog masih banyak tercampur bahasa Bali, banyak juga umpatan atau kata-kata yang kurang sopan. |
|
Semoga Bermanfaat... ^,^
Sapphire Blue

Everlasting Friend
Posting Komentar